Pages

Blogroll

Labels

Minggu, 08 Februari 2015

Keperawanan sebagai Syarat Kelulusan..?



Beberapa hari yang lalu ketika saya sedang menonton televisi dan sedang mencari channel yang menarik, tidak sengaja saya melihat berita di salah satu stasiun tv bahwa keperawanan dijadikan syarat kelulusan di Jember, Jawa Timur. Berita ini cukup menarik perhatian saya dan membuat saya bertanya-tanya, sebenarnya dimana titik temu antara pendidikan dan keperawanan sehingga hal tersebut dijadikan tolok ukur untuk menentukan kelulusan..

Wacana tersebut didasari karena semakin banyaknya fenomena seks bebas di kalangan remaja, khususnya di umur sekolahan.. Pemikiran yang absurd saya rasa. Mengatasi seks bebas dengan menjadikan "keperawanan" sebagai syarat kelulusan..?

Bagi budaya di Indonesia, keperawanan selalu dikaitkan dengan masalah moral.. Sehingga, perempuan yang tidak perawan, identik dengan perempuan yang tak bermoral.. Tapi jika kita melihat, sebenarnya moral sendiri bukan hanya berasal dari dalam diri namun juga di luar diri.. Dan faktor eksternal yang membentuk moral, sebagian kecilnya adalah pendidikan (baik pendidikan formal maupun informal) maupun lingkungan sosial..

Nah, pendidikan sendiri termasuk salah satu faktor yang membentuk moral.. Artinya, ketika ada perempuan yang dianggap tak bermoral karena sudah tidak perawan, berarti itu juga merupakan bukti kegagalan pendidikan dalam membentuk moral siswinya.. Pertanyaanya, logis kah tidak meluluskan siswi yang tidak perawan karena sekolahnya sendiri gagal mendidik siswi tersebut..?

Perlu diketahui juga, keperawanan yang hilang bukan hanya disebabkan oleh seks, tetapi bisa juga karena faktor kecelakaan, maupun faktor lainnya.. Nah, jika yang menjadi persoalan adalah masalah moral karena seks bebas, bagaimana sekolah bisa mengetahui apakah keperawanan tersebut hilang karena seks bebas ataukah karena faktor lainnya..?

Okelah, kita asumsikan kebijakan ini disepakati, lalu bagaimana dengan siswa nya yang sudah tidak perjaka..? Jika aturan ini hanya berlaku bagi siswi, berarti mereka telah menerapkan standar ganda dalam menentukan kelulusan..

Dalam ranah masyarakat dan berdasarkan budaya di Indonesia, keperawanan memang sangatlah penting bagi wanita itu sendiri.. Namun, bukan berarti hal ini juga berlaku dalam sistem pendidikan sehingga keperawanan dijadikan tolok ukur untuk menentukan kelulusan..

Menjadikan keperawanan sebagai syarat kelulusan adalah bukti kurangnya logika pemerintah dalam pembuatan aturan.. Dibandingkan membuat aturan-aturan konyol seperti ini, lebih baik benahi kualitas pendidikannya.. Jangan jadikan siswi sebagai korban karena kegagalan pendidikan itu sendiri ~

0 komentar:

Posting Komentar