Pages

Blogroll

Labels

Minggu, 01 Maret 2015

6. Giant Sea Dragon

6. Giant Sea Dragon 


Giant Sea Dragon

Giant Sea Dragon

Giant Sea Dragon

Disebut naga laut raksasa ditemukan di dasar laut Pulau Awaji.
Giant Sea Dragon Makhluk ini diduga telah punah pada awal abad ke-20.

5. Two-Headed Bayi Aneh


5. Two-Headed Bayi Aneh


Two-Headed Bayi Aneh

Mumi bayi berwajah dua ini kini berada di museum kedokteran di Coney Island Hospital


4. Siput pemakan daging


4. Siput pemakan daging



Siput pemakan daging terbesar di dunia ini, ditemukan awal tahun 2007. Siput ini juga punya senjata racun yang konon sangat mematikan

3. Blue Merman

3. Blue Merman


Blue Merman

Yang tak kalah mengerikan adalah blue merman yang ditemukan di Pulau Sado. Mirip spesies kadal atau bunglon. Makhluk ini juga berbahaya pada tangan-tangannya yang bisa mengembang. Bila usianya semakin bertambah, bintang ini akan terlihat mirip kodok.

2. Siput Chupacabras

2. Siput Chupacabras


Siput Chupacabras

Penemuan Dr. Takeshi Yamada yang menghebohkan lainnya adalah keong raksasa yang ditemukan dari laut terdalam. Kakinya seperti chupacabra, karena itu diberi nama siput chupacabras.

1. Vampire monkey


1. Vampire monkey


Vampire monkey

Salah satunya adalah monyet vampire di China. Seperti yang kita ketahui tentang vampire, maka hidup monyet vampire ini tergantung dari menghisap darah makhluk lain.

Uniknya makhluk ini dalam beraktivitas banyak menggunakan tangannya, seperti halnya manusia. Spesies ini diyakin sebagai mata rantai yang putus dari evolusi manusia hingga berbentuk seperti sekarang. Keunikan lainnya, monyet ini seperti burung yang menenun sarangnya.

Minggu, 08 Februari 2015

Keperawanan sebagai Syarat Kelulusan..?



Beberapa hari yang lalu ketika saya sedang menonton televisi dan sedang mencari channel yang menarik, tidak sengaja saya melihat berita di salah satu stasiun tv bahwa keperawanan dijadikan syarat kelulusan di Jember, Jawa Timur. Berita ini cukup menarik perhatian saya dan membuat saya bertanya-tanya, sebenarnya dimana titik temu antara pendidikan dan keperawanan sehingga hal tersebut dijadikan tolok ukur untuk menentukan kelulusan..

Wacana tersebut didasari karena semakin banyaknya fenomena seks bebas di kalangan remaja, khususnya di umur sekolahan.. Pemikiran yang absurd saya rasa. Mengatasi seks bebas dengan menjadikan "keperawanan" sebagai syarat kelulusan..?

Bagi budaya di Indonesia, keperawanan selalu dikaitkan dengan masalah moral.. Sehingga, perempuan yang tidak perawan, identik dengan perempuan yang tak bermoral.. Tapi jika kita melihat, sebenarnya moral sendiri bukan hanya berasal dari dalam diri namun juga di luar diri.. Dan faktor eksternal yang membentuk moral, sebagian kecilnya adalah pendidikan (baik pendidikan formal maupun informal) maupun lingkungan sosial..

Nah, pendidikan sendiri termasuk salah satu faktor yang membentuk moral.. Artinya, ketika ada perempuan yang dianggap tak bermoral karena sudah tidak perawan, berarti itu juga merupakan bukti kegagalan pendidikan dalam membentuk moral siswinya.. Pertanyaanya, logis kah tidak meluluskan siswi yang tidak perawan karena sekolahnya sendiri gagal mendidik siswi tersebut..?

Perlu diketahui juga, keperawanan yang hilang bukan hanya disebabkan oleh seks, tetapi bisa juga karena faktor kecelakaan, maupun faktor lainnya.. Nah, jika yang menjadi persoalan adalah masalah moral karena seks bebas, bagaimana sekolah bisa mengetahui apakah keperawanan tersebut hilang karena seks bebas ataukah karena faktor lainnya..?

Okelah, kita asumsikan kebijakan ini disepakati, lalu bagaimana dengan siswa nya yang sudah tidak perjaka..? Jika aturan ini hanya berlaku bagi siswi, berarti mereka telah menerapkan standar ganda dalam menentukan kelulusan..

Dalam ranah masyarakat dan berdasarkan budaya di Indonesia, keperawanan memang sangatlah penting bagi wanita itu sendiri.. Namun, bukan berarti hal ini juga berlaku dalam sistem pendidikan sehingga keperawanan dijadikan tolok ukur untuk menentukan kelulusan..

Menjadikan keperawanan sebagai syarat kelulusan adalah bukti kurangnya logika pemerintah dalam pembuatan aturan.. Dibandingkan membuat aturan-aturan konyol seperti ini, lebih baik benahi kualitas pendidikannya.. Jangan jadikan siswi sebagai korban karena kegagalan pendidikan itu sendiri ~